Wednesday, June 22, 2011

Elegy of Emptyness

Tidak ada yang menggugat jika satu hari adalah dua puluh empat jam. Mungkin ada beberapa orang yang merasa itu kurang, dan beberapa yang lain merasa itu terlalu panjang. Tapi memang sudah digariskan bahwa satu hari adalah dua puluh empat jam.
Setiap saat ketika saya melintas sebuah jalan, ketika saya sedang duduk makan siang, atau pun di tengah-tengah pekerjaan, saya kerap berpikir dan merenung. Betapa mudahnya kehidupan itu menghilang. Akibat gempa bumi, bangunan roboh, tenggelam, kecelakaan, penyakit, dan masih ditambah lagi dengan pembunuhan. Ribuan manusia meninggal setiap harinya. Bahkan manusia pun bisa meninggal hanya karena tersedak. Betapa panjangnya proses yang telah dilalui yang akhirnya hanya untuk 'meninggal'.

Ketika aku memandang dunia ini dengan berbeda, aku banyak merasakan adanya sesuatu di sana. Melihat awan yang bergerak perlahan di langit. Melihat dedaunan di pohon yang gugur ke tanah. Melihat air sungai yang mengalir ke satu arah. Membuat berpikir betapa besar Dia yang telah menciptakan segalanya ini.
Satu hari, dua puluh empat jam. Kita memiliki waktu demikian untuk mengisi hidup kita. Kita punya kebebasan untuk memilih jalan hidup kita. Satu hal sebenarnya yang saya yakin terjadi juga pada banyak orang. Kita sering berpikir dan merenung, namun ketika kita kembali ke kehidupan esok harinya, kita kembali terjebak di dalam kehidupan itu lagi.
Saya merasakan itu. Sangat merasakan. Setiap malam berpikir, dan setiap pagi kembali menjalani rutinitas. Seperti kehidupan ini telah berjalan secara otomatis, seperti sebuah mesin, yang ketika pagi hari dinyalakan dan sore hari dimatikan.
Gagal. Saya sudah merasa gagal untuk mendapatkan kehidupan. Karena kehidupan itu sudah menjadi sesuatu yang biasa. Ketika saya menyadari dan merenung kembali, satu hari dua puluh empat jam sudah terlewat dari hidup saya. Dan hal itu terjadi kembali di keesokan harinya. Seperti tanpa nyawa saja.
Sepertinya sudah terjadi cukup lama, dan berakar menjadi sebuah kebiasaan. Terlalu banyak diatur, sehingga takut untuk mengatur. Terlalu banyak diputuskan, sehingga takut untuk memutuskan. Terlalu banyak mendengarkan, sehinga takut untuk membuat orang mendengarkan.
Itulah kehidupan. Setiap manusia pasti berbeda jalan, berbeda asal dan berbeda tujuan. Tiada yang perlu disesali. Apapun kehidupan kita, itulah yang diberikan Dia kepada kita. Tidak ada gunanya mengeluh. Tidak ada gunanya bersedih. Tetap jalankan saja, karena itu adalah kehidupan kita. Satu hari adalah dua puluh empat jam, pikirkanlah untuk apa engkau menghabiskan waktumu...

No comments:

Post a Comment

2018

The Year of Holy Spirit