Wednesday, May 16, 2012

Wiro Sableng dan Sinto Gendeng

Belakangan ini saya sangat merasakan adanya penurunan yang sangat parah di dunia pendidikan kita. Baik itu mulai dari sekolah dasar, maupun perguruan tinggi. Ya, mungkin karena dulu saya banyak mempelajari hal hal secara otodidak sehingga sekarang saya merasa bahwa generasi penerus saya kurang layak untuk dijadikan generasi penerus.

Berawal dari beberapa pemberitaan media masa. Seperti yang kita tahu di Indonesia bahwa media masa memiliki kekuatan yang sangat luar biasa dalam mempengaruhi cara pandang masyarakat, saya sering kurang setuju proporsi pemberitaan dari media masa tersebut. Saya sering (bahkan hampir selalu) menemukan bahwa judul headline yang besar adalah berita yang negatif. Dan porsi  negatifnya dibandingkan dengan yang positif saya rasa sekitar 7:3.
Guru menodai siswanya. Guru tertangkap nyabu. Guru tertangkap selingkuh. Guru menghajar siswanya. Bahkan guru membiarkan siswanya mencontek saat ujian nasional. Mau jadi apa murid muridnya nanti.
Kita benar benar membutuhkan revolusi (bukan lagi reformasi) di bidang pendidikan. Ini penting, mengingat kelangsungan bangsa di masa yang akan datang dipertaruhkan. Lalu apakah permasalahannya?
Guru bukanlah sebuah profesi. Yang merupakan sebuah profesi adalah pengajar. Seorang pengajar tidak berhak menyebut dirinya guru. Guru adalah seseorang yang dapat diteladani, dimanapun dia berada, tidak hanya di sekolah. Saya sempat ingat perkataan dari salah seorang rekan saya, guru yang terbaik adalah orang tua. Betul. Selama moralnya benar, ya, guru yang terbaik adalah orang tua. Walaupun matematikanya tidak pintar? Ya, guru yang terbaik adalah orang tua.
Mengapa saya perlu mengulangi kalimat tersebut tiga kali berturut turut? Karena memang demikian adanya. Pengajar yang ada di sekolah, tidak semuanya layak dipanggil sebagai guru. Karena di luar sekolah dia melupakan bahwa dia seorang 'guru'. Seluruh tindakan guru harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada muridnya. Karena itulah, guru yang terbaik adalah orang tua, karena orang tua jelas menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Orang tua sebagai guru yang baik tidak mungkin mengajarkan anaknya untuk berbuat sesuatu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Saya teringat pada sebuah drama (kalau bisa disebut drama) komedi, judulnya Pendekar Kapak 212, Wiro Sableng. Ya mungkin hanya sebuah legenda, dimana dia dengan ilmu persilatan yang seadanya, memecahkan segala masalah di masyarakat. Guru dari Wiro Sableng adalah Sinto Gendeng. Dari namanya saja bisa kita simpulkan bagaimana cara mengajarnya. Hasilnya, ya, Wiro Sableng itu.
Yang pasti, satu hal, cepat atau lambat, sistem pendidikan kita harus diperbaiki.

No comments:

Post a Comment

2018

The Year of Holy Spirit