Tuesday, March 13, 2012

Mungkin Kita Tidak Akan Kelaparan Kalau Presiden Kita Petani

Kadang kala saya punya pemikiran mengenai pendahulu pendahulu kita yang dulu telah mendirikan negara Republik Indonesia. Mereka telah merancang sebuah Undang Undang Dasar yang menyakup segala hal dalam berbangsa dan bernegara. Hmm, pikir saya, itu sangat hebat, dalam waktu perumusan yang bisa dibilang sangat singkat, mengingat sebuah Undang Undang Dasar harus dapat dipakai bukan hanya dalam jangka waktu tertentu, namun juga selama Republik itu masih berdiri.
Salah satu yang menarik perhatian saya saat ini adalah mengenai pasal 33. Saya sudah agak lupa sih bunyi tepatnya seperti apa, namun seingat saya berbunyi demikian. "Bumi serta segala sesuatu yang terkandung di dalamnya, yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara".

Saya pribadi melihat bahwa pasal tersebut sungguh melindungi rakyat. Benar benar sebuah pemikiran yang sangat cemerlang dari perancang Undang Undang Dasar kita dalam pasal tersebut. Bayangkan saja jika yang menguasai hajat hidup orang banyak justru dikuasai oleh golongan tertentu, bahkan bangsa asing, bisa bisa kita menjadi terjajah di bangsa sendiri.

Perhatian saya tertuju kepada berita akhir akhir ini menjelang dinaikkannya harga salah satu bahan yang menguasai hajat hidup rakyat banyak, BBM, dalam hal ini Premium sebagai bensin kendaaraan bermotor. Akibat tingginya harga minyak di dunia, ternyata berimbas kepada harga salah satu hasil olahan tersebut. Sebenarnya saya dulu berpikir, Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia. Mengapa jika harga minyak naik, justru kita rugi? Ternyata setelah saya telaah lebih mendalam, Indonesia menghasilkan minyak mentah, namun untuk pengolahannya, kita masih membutuhkan bantuan dari luar negeri. Jadi, seperti hukum perdagangan, harga produk lah yang menentukan. Begitulah, rakyat kita protes karena harga dinaikkan, padahal harga aslinya saja masih lebih tinggi daripada itu. Harga yang sudah dinaikkan itu saja masih disubsidi.

Teringat saya kepada kondisi dari salah satu teman saya yang bekerja di salah satu perusahaan konsultan geologi yang saat ini sedang mengalami pergantian kepemimpinan. Kebijakan dari pemimpin baru ternyata sangat tidak populer terhadap karyawan karyawannya. Demi 'penghematan' untuk 'kemajuan', gaji karyawan yang dikorbankan. Menurut teman saya itu, seharusnya bukan karyawan yang jadi korban, tapi harus dengan menambah sumber daya yang lain, misalnya modal. Ya, saya tidak tau apa kaitannya dengan Undang Undang Dasar, tapi saya pikir ketika sebuah pengambil kebijakan merumuskan sesuatu, pastilah sudah dipertimbangkan baik buruknya. Saya pun tidak akan berkomentar banyak mengenai hal ini, karena saya pun hanya mendengarkan satu sudut pandang cerita dari hal tersebut.

Kembali kepada masalah penguasaan hidup orang banyak, eh, maksud saya bahan yang menguasai hidup orang banyak. Kita punya tiga kebutuhan pokok, sandang, pangan, papan. Yang saya ingin berpendapat sedikit saat ini adalah mengenai pangan, karena Indonesia adalah negara agraris (entah sekarang masih atau tidak, karena saya diajarkan sejak SD seperti itu).

Salah satu yang terkena dampak dari kenaikkan harga BBM adalah bahan pangan. Mengapa? Karena bahan pangan butuh untuk diditribusikan, mulai dari bahan mentahnya, bahan pendampingnya, sampai kepada produknya. Perjalanan panjang dari tanaman padi sampai ke perut kita sebagai nasi, ternyata terpengaruh banyak oleh kenaikkan harga BBM. Dan terlebih lagi jika kita tarik ke ujung pangkalnya, petani kita sulit (bukan tidak bisa) untuk menaikkan harga hasil pertaniannya. Mengapa sulit? Karena tentunya akan sangat memberatkan konsumen akhir jika selain harga BBM saja, harga produk padi juga dinaikkan. Kenaikkan harga yang beredar di pasar bisa bisa akan menjadi kuadrat.

Padahal jika kita perhatikan, petani akan menghadapi beragam kenaikan harga akibat naiknya harga BBM. Satu yang hampir dipastikan ikut naik adalah harga pupuk, dan puluhan kebutuhan hidup yang lain tentunya akan naik. Sebenarnya saya dengar harga pupuk juga sudah disubsidi. Jadi menurut saya jika harga BBM dinaikkan untuk mengurangi subsidi BBM, dengan asumsi ingin mempertahankan harga pupuk, ini jadi sebuah lingkaran setan. Lingkaran setan yang sangat besar.

Saya sejatinya memiliki sebuah ide. Bagaimana jika, Indonesia yang terkenal agrarisnya ini, mengangkat petani menjadi pegawai negeri? Ide yang aneh? Sepertinya tidak. Bahkan saya pikir petani menjadi salah satu yang paling pantas menduduki jabatan pegawai negeri, selain nelayan, guru, dan ratusan profesi yang 'menguasai' hajat hidup orang banyak. Ya, pandangan saya seperti itu jauh lebih baik daripada yang diangkat jadi pegawai negeri adalah orang yang bertopeng, bersandiwara, dan 'membayar' untuk jadi pegawai negeri. Sejatinya, tipe orang seperti ini bukan lah 'pegawai' negeri, tapi pegawai dari dirinya sendiri, yang hanya mengurus 'negeri' setelah dirinya sendiri selesai diurus. Bayangkan jika tidak ada selesainya mengurusi diri sendiri, kapan negeri ini mau diurus?

No comments:

Post a Comment

2018

The Year of Holy Spirit