Hanya satu hari. Tepat satu hari. Dari 154 hari (part 1) dan 77 hari (part 2), hanya satu hari saya dapat libur yang benar-benar libur. Itupun masih disuruh mengerjakan pendataan absen tenaga kerja..
Ya, tanggal 17 agustus jadi satu satunya hari libur selama saya bekerja di sini.. Mungkin pernah ketika part 1 sempat hanya bekerja setengah hari karena ada pemilihan kepala daerah. Tapi hanya satu hari yang benar benar terasa sebagai hari libur..
Sempat saya merencanakan untuk pergi ke suatu tempat, namun jadi mentah karena bensin yang dihabiskan tidaklah sedikit dan waktu yang ada pun terlalu mepet.. Dan akhirnya pun saya memilih untuk menghabiskan waktu di kos saja. Hm, sepertinya akan membosankan.
Pukul 5 pagi waktu setempat, saya terbangun. Bukan karena apa apa, tapi karena sakit perut. Biasanya jika jam segitu saya ke kamar mandi, maka saya akan sekalian mandi. Namun kali ini saya merencanakan lain. Setelah saya selesai membereskan 'urusan perut' saya, saya ganti baju dan memakai sepatu. Hm, lari pagi. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, yang diinisiatifkan oleh diri sendiri.
Pukul 6 waktu setempat saya turun dan menjumpai rekan satu kos saya, P.Min, juga bersiap untuk lari pagi. Saya yang tadinya bermaksud untuk lari pagi ke arah pantai, diajak P.Min untuk lebih ke arah Selatan. Ok. P.Min bersama dengan temannya, yang kebetulan puasa, saya ikuti berjalan pelan pelan. Dan di satu titik saya putuskan untuk berlari lebih dahulu. Ok. Saya tidak tahu jalan. Pokoknya dari keterangan P.Min, setelah polsek ikuti jalan saja, pasti ketemu, kalo tersesat berhenti, nanti pasti tersusul.
Maka mulai berlarilah saya. Saya sempat jengkel kenapa memakai celana yang satu ini. Karena tiap kali saya berlari, melorot sedikit. Kadang dompet dan hp saya pegang. Tapi lama-lama juga turun. Untung ada talinya, dan akhirnya saya ikat agak kencang. Melewati bengkel Dwi, Indra photo, sampai rumah makan Bu Diah-rumah makan paling mewah di sini. Setelah itu jalan berbelok, dan mungkin ini baru kali kedua saya melewati jalanan ini. Kurang lebih sekitar sepuluh menit berlari, saya sampai di polsek. Saya ingat tempat ini karena dulu waktu part 1, saya sempat kehilangan dompet dan membuat surat keterangan di sini.
Wah, jalan mulai menanjak. Saya paksakan berlari. Semakin menanjak. Napas saya terasa hampir habis. Dan akhirnya pun saya hanya berjalan. Saya sempat takut jika saya berhenti, pasti bakal jatuh ke belakang, jadi saya jalan terus. Setelah beberapa belokan dan jalan yang terus naik, saya melihat sebuah plang. Gambar seperti tempat wisata, tapi jalannya hanya jalan setapak. Ok. Saya masuk saja, toh jika saya tersesat saya masih bisa kembali ke tempat ini.
Berjalan beberapa saat saya berpapasan dengan sebuah mobil. Ya, berarti minimal saya tidak salah jalan, di ujung jalan ini pasti ada sesuatu. Kecuali mobil itu memutar balik karena jalan buntu... Jalanan yang saya lewati kadang semakin berpasir dan berbatu. Jadi saya tidak berlari lagi, terutama ketika jalan menurun, licin.
Kurang lebih lima belas menit sejak saya melewati plang tadi, saya mulai berpikir. Hm, sudah sejauh apa saya tersesat. Bahkan tidak ada seorang pun yang lewat. Saya melihat jam sudah memasuki sekitar 6.45 dan saya pikir akan berjalan sedikit lagi sebelum kembali. Tapi sejenak saya memperhatikan ada jejak sepatu orang yg sepertinya masih baru saja lewat. Cuma tidak ada yang di arah sebaliknya. Jadi apakah berarti jalan ini satu arah dan menuju ke satu tempat 'yang benar'?
Semakin lama saya berjalan, kurang lebih lima menit kemudian saya mulai berpikir. Jika saya diserang hewan buas di sini, atau saya terjatuh kemudian masuk ke semak-semak, tidak akan ada yang menemukan. Huff. Di sini saya mulai menyalakan lagu dari hp, untuk memecah keheningan yang ada. Melewati pohon yang melintang jalan pun saya waspada. Apa ada ular yang jatuh dari pohon kalau saya lewat? Duh, terlalu banyak nonton tv..
Sejenak kemudian akhirnya saya merasa telah berada di titik tertinggi yang ada di jalan ini. Dan di kejauhan tampak pantai, dengan segala keindahannya, serta tampak kota dari atas yang masih terselimutkan kabut pagi. Saya mengambil beberapa foto sejenak sambil mengistirahatkan kaki saya sebelum melanjutkan kembali. Jalan mulai turun. Dan di depan tampaknya ada suatu bangunan yang sedang dalam proses pembangunan (bagaimana saya bisa tahu, ya saya orang teknik sipil, dan saya yakin itu bukan bekas bangunan, tapi bangunan yang belum jadi dan masih dikerjakan..). Sepertinya bangunan ini yang dimaksudkan di plang tadi. Saya ingat beberapa saat lalu sempat ngobrol dengan orang asing yg bernama Joey, dia di sini sedang membangun di atas bukit, mungkin ini yang dimaksud. Tapi melihat tidak ada orang di situ saya mencoba melanjutkan perjalanan.
Hm, rintangan baru. Jalan menurun, yang jauh lebih turun, bahkan ujung jalannya tak terlihat. Saya berpikir seandainya ini jalan buntu dan saya harus kembali, saya mungkin tidak akan kuat untuk naik ke tempat ini lagi. Sesaat saya mencoba mencari seseorang untuk bertanya, apa jalan ini tembus ke pantai atau menjauhi pantai. Saya mencoba ke tempat yg agak tinggi untuk melihat ke bawah. Yang saya lihat di bawah pasti ada jalan, hanya saja sepertinya jalan itu belum tersambung ke arah yang saya tuju...
Bimbang dan ragu, akhirnya saya putuskan untuk kembali ke arah saya datang, seandainya saya salah jalan pun minimal saya akan tetap kembali ke jalan raya. Melewati kembali pohon yang saya perhatikan ada ularnya atau tidak. Sekitar lima menit berjalan saya mendengar suara yang tak asing. P.Min dengan rekannya ada di sana. Oh, untung berarti ini jalan yang benar...
Kata P.Min jalan ini memang menuju ke arah pantai. Ya tapi minimal sekarang saya punya penunjuk jalan lagi...
Saya berjalan turun melewati jalan yang tadi saya katakan ujungnya tak terlihat. Ternyata tidak jauh dari situ ada sebuah pertigaan. Kalau terus ke arah Balas, kalau ke kanan ke arah pantai..bahkan pantai pun sudah terlihat...
Hmm, melihat lebih dekat tebing yang terlihat jauh dari pantai. Cukup indah juga, sempat saya abadikan dalam foto. Tapi memang bagaimanapun juga memori manusia lewat mata ciptaan Tuhan pastilah melebihi teknologi manusia manapun. Desiran ombak, suasana, tidak dapat tergambarkan dalam sebuah foto saja.
Jalan ini jalan baru diratakan, bahkan di ujung jalan masih ada excavator yang mengerjakan. Ternyata jalan ini menyusur tepi tebing dan pantai, sehingga tidak terlihat saat saya ada di atas tadi.
Pengalaman yang tidak mungkin terlupa. Memang kaki capek, bahkan sampai hari berikutnya, tapi damai yang terasa di hati sepertinya sulit untuk digantikan dengan apa pun. Alam memang menyediakan segalanya bagi kita. Hm, sebuah pengalaman di antara kesibukan pekerjaan, di antara padatnya jadwal, dan di antara saya dan Tuhan. Kapan kapan kalau waktu mengijinkan, kita jalan pagi lagi Pak Min....
No comments:
Post a Comment