"Waa, saya kalah, padahal saya seharusnya menang. Kalau saja tadi....." Isilah titik titik tersebut dengan berbagai macam alasan, dan anda akan mendapati bahwa kata kata tersebut sangat sering diucapkan oleh orang yang gagal menang tapi bersikap seolah olah dialah yang seharusnya menang. Mulai dari, "...saya tidak sakit perut", "....tendangan saya tidak membentur mistar gawang", sampai "...dia tidak curang". Segala alasan dan tuduhan dilontarkan oleh pihak yang 'dikalahkan' dan merasa seharusnya dia yang menang.
Di Indonesia hal ini tidak hanya terjadi di dalam kehidupan sehari hari saja. Lihat dari sepakbola, politik, entertainment. Sepertinya semua bidang sudah termakan oleh prinsip seperti itu. Mulai dari kerusuhan sepakbola yang merasa seharusnya timnya yang menang, sampai pada kekisruhan pilkada yang merasa bahwa seharusnya calon wakilnya yang menang. Sepertinya banyak orang yang sudah terpengaruh oleh fakta bahwa, dia atau apa yang dia pilih adalah yang benar atau nomer satu.
Inti dari sebuah kompetisi atau persaingan, bukanlah menjadi seorang pemenang. Karena pada dasarnya kita semua adalah pemenang. Di dalam sebuah persaingan kita tidak perlu memikirkan bagaimana cara untuk mengalahkan lawan kita, tapi yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana kita mengeluarkan kemampuan terbaik kita. Jika kita sudah mengerahkan kemampuan terbaik dan masih kalah oleh saingan kita, kita bukanlah seorang loser. Selama kita sudah mengeluarkan yang terbaik dari diri kita, kita adalah pemenang. Kita menang melawan diri kita sendiri.
Mengapa masih ada orang yang mengatakan bahwa dirinya pantas menang tapi tidak memenangkan persaingan itu? Pikir saja sendiri, apakah pantas orang itu mengatakan hal tersebut? Tidakkah lebih pantas jika yang mengatakan adalah orang lain yang berada di luar lingkup persaingan tersebut? Belajarlah untuk berpikir secara objektif, mulai dari hal kecil, mulai sekarang, sehingga nantinya kita tidak terjebak oleh hal hal besar yang bisa menghantam kita sendiri.
No comments:
Post a Comment